Nisan yang Lain

.fullpost{display:inline;} Benar, Bung, benar! Kematian kan datang sendiri, ia asah belati lalu tikam ke kalbu. Pedih memadu perih. Apabila menangkis, itu belati sudahsampai di leher, tersembelihlah kau! Apabila meronta, itu belati sudah pundatang ke jantung ruang jantung! Apa yang kita tahu, Bung? Bubuk debu,terembus ke muka, mengotorkan mata,mengelabukan airmata, dan kita cuma raja atas duka,

Rapuh

Sedikit sesak ketika aku berusaha untuk melupakanmuAir mataku hanya sanggup keluar di pelupuk mataTak mampu lagi aku menetesKarena air mata ini telah habis tercurah ketika kita berpisahSedikit pilu ketika aku terkenang masa laluYang kini.. semua kenangan tentang dirimu telah hilangMelihat namamu saja aku senang, entah mengapa..Apa kerinduanku begitu dalam padamu??Saat ini aku mencari jejakmuJejak

Bintang Terkecil

Ketika senja telah datangMataharipun mulai tenggelamDan siang berganti malamKala hari mulai petang Lembayung senjapun datangMenanti gelapnya malamNamun biarkanla...Biarlah siang berganti malamBiarlah hari menjadi petangKarna bintang dan rembulan Akan datang jadikan malam terangHingga...Sang bintang terkecil datangSumber: KARTUNET

Bidadari

Putri kecil nan ceriaTersenyum manis bahagiaMeski pedih karena lukaGadis kecil namun dewasaKala hadapi segala resahHingga ku terpesona karenanyaBidadari kecil nan ceriaMeski pemalu juga pendiamNamun datang bagai malaikat cintaRatu kecil nan berwibawaPenghuni sebuah istanaDi dalam hati bersimpul cintaMerpati kecil si penyabarDalam segala asa dan dukaPerempuan kecil penerang jiwaDalam sebuah

Surga di Bumi

Tirai kehidupan tiba-tiba saja tersibakTeka-teki misteri perlahan terkuakDan cahya terang merasuk ke kamarku yang suramAku melongok keluar jendela, untuk menyaksikanLalu kulangkahkan kakiku mengitari kotaMenghirup napas kebebasan yang melegakanDan dunia serasa berubahSebab semua menjadi lebih indahWalau hati ini masih berkandung gundahSemangatku seakan membuncahDan mimpiku berkecambah;Jalanku

Wahai, Apakah itu Cinta?

Aku memandang nyalang, pada manusia lalu lalangKulihat, tanpa sedikitpun segan, mereka menggamitkan jemari tanganKata cinta menguar di angkasa, menghayutkan gemawan megaMangaburkan keindahan bintang gemintang, panji dan agungnya bentaraNamun di sini, berdiri aku dalam keraguanTak mengerti dan terus bertanya :Apakah segalon cinta lebih manis ketimbang sececap cita?Dan apakah bahagia terwujudi