Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang

Tuhanku, WajahMu membayang di kota terbakar dan firmanMu terguris di atas ribuan kuburan yang dangkal Anak menangis kehilangan bapa Tanah sepi kehilangan lelakinya Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Aku Tulis Pamplet Ini

Aku tulis pamplet inikarena lembaga pendapat umumditutupi jaring labah-labahOrang-orang bicara dalam kasak-kusuk,dan ungkapan diri ditekanmenjadi peng - iya - anApa yang terpegang hari inibisa luput besok pagiKetidakpastian merajalela.Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-tekimenjadi marabahayamenjadi isi kebon binatangApabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,maka hidup akan menjadi

Gerilya

Tubuh biru tatapan mata biru lelaki berguling di jalan Angin tergantung terkecap pahitnya tembakau bendungan keluh dan bencana Tubuh biru tatapan mata biru lelaki berguling dijalan Dengan tujuh lubang

Gugur

Ia merangkakdi atas bumi yang dicintainyaTiada kuasa lagi menegakTelah ia lepaskan dengan gemilangpelor terakhir dari bedilnyaKe dada musuh yang merebut kotanyaIa merangkakdi atas bumi yang dicintainyaIa sudah tualuka-luka di badannyaBagai harimau tuasusah payah maut menjeratnyaMatanya bagai sagamenatap musuh pergi dari kotanyaSesudah pertempuran yang gemilang itulima pemuda mengangkatnyadi

Hai, Kamu !

Luka-luka di dalam lembaga,intaian keangkuhan kekerdilan jiwa,noda di dalam pergaulan antar manusia,duduk di dalam kemacetan angan-angan.Aku berontak dengan memandang cakrawala.Jari-jari waktu menggamitku.Aku menyimak kepada arus kali.Lagu margasatwa agak mereda.Indahnya ketenangan turun ke hatiku.Lepas sudah himpitan-himpitan yang mengekangku.Jakarta, 29 Pebruari 1978Potret Pembangunan dalam

Lagu Serdadu

Kami masuk serdadu dan dapat senapang ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang Yoho, darah kami campur arak! Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali Wahai, tanah yang baik untuk mati Dan kalau ku telentang dengan pelor timah cukilah ia bagi

Lagu Seorang Gerilya

(Untuk puteraku Isaias Sadewa) Engkau melayang jauh, kekasihku. Engkau mandi cahaya matahari. Aku di sini memandangmu, menyandang senapan, berbendera pusaka. Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu, engkau berkudung selendang katun di kepalamu. Engkau menjadi suatu keindahan, sementara dari jauh resimen tank penindas

Nota Bele : Aku Kangen

Lunglai - ganas karena bahagia dan sedih,indah dan gigih cinta kita di dunia yang fana.Nyawamu dan nyawaku dijodohkan langit,dan anak kita akan lahir di cakrawala.Ada pun mata kita akan terus bertatapan hingga berabad-abad lamanya.Juwitaku yang cakap meskipun tanpa dandananuntukmu hidupku terbuka.Warna-warna kehidupan berpendar-pendar menakjubkanIsyarat-isyarat getaran ajaib menggerakkan

Orang-orang Miskin

Orang-orang miskin di jalan, yang tinggal di dalam selokan, yang kalah di dalam pergulatan, yang diledek oleh impian, janganlah mereka ditinggalkan. Angin membawa bau baju mereka. Rambut mereka melekat di bulan purnama. Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala, mengandung buah jalan raya. Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa. Bayi

Pamplet Cinta

Ma, nyamperin matahari dari satu sisi. Memandang wajahmu dari segenap jurusan. Aku menyaksikan zaman berjalan kalangkabutan. Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku. Aku merindukan wajahmu, dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa. Kampus telah diserbu mobil berlapis baja. Kata-kata telah dilawan dengan senjata. Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini. Kenapa keamanan

Sajak Anak Muda

Kita adalah angkatan gagapyang diperanakkan oleh angkatan takabur.Kita kurang pendidikan resmidi dalam hal keadilan,karena tidak diajarkan berpolitik,dan tidak diajar dasar ilmu hukumKita melihat kabur pribadi orang,karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,karena tidak diajar filsafat atau logika.Apakah kita tidak dimaksuduntuk mengerti itu semua ?

Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia

Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja.Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan.Amarah merajalela tanpa alamat.Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.O, jaman edan !O, malam kelam pikiran insan !Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan.Kitab undang-undang tergeletak di selokanKepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.O,

Sajak Bulan Purnama

Bulan terbit dari lautan.Rambutnya yang tergerai ia kibaskan.Dan menjelang malam,wajahnya yang bundar,menyinari gubug-gubug kaum gelandangankota Jakarta.Langit sangat cerah.Para pencuri bermain gitar.dan kaum pelacur naik penghasilannya.Malam yang permaianugerah bagi sopir taksi.Pertanda nasib baikbagi tukang kopi di kaki lima.Bulan purnama duduk di sanggul babu.Dan cahayanya yang kemilaumembuat

Sajak Burung-Burung Kondor

Angin gunung turun merembes ke hutan,lalu bertiup di atas permukaan kali yang luas,dan akhirnya berumah di daun-daun tembakau.Kemudian hatinya pilumelihat jejak-jejak sedih para petani - buruhyang terpacak di atas tanah gemburnamun tidak memberi kemakmuran bagi penduduknya.Para tani - buruh bekerja,berumah di gubug-gubug tanpa jendela,menanam bibit di tanah yang subur,memanen hasil yang berlimpah

Sajak Ibunda

Dengan latar belakang gubug-gubug karton,aku terkenang akan wajahmu.Di atas debu kemiskinan,aku berdiri menghadapmu.Usaplah wajahku, Widuri.Mimpi remajaku gugurdi atas padang pengangguran.Ciliwung keruh,wajah-wajah nelayan keruh,lalu muncullah rambutmu yang berkibaranKemiskinan dan kelaparan,membangkitkan keangkuhanku.Wajah indah dan rambutmumenjadi pelangi di cakrawalaku.Nusantara Film, Jakarta,

SAJAK GADIS DAN MAJIKAN

Janganlah tuan seenaknya memelukku.Ke mana arahnya, sudah cukup aku tahu.Aku bukan ahli ilmu menduga,tetapi jelas sudah kutahupelukan ini apa artinya…..Siallah pendidikan yang aku terima.Diajar aku berhitung, mengetik, bahasa asing,kerapian, dan tatacara,Tetapi lupa diajarkan :bila dipeluk majikan dari belakang,lalu sikapku bagaimana !Janganlah tuan seenaknya memelukku.Sedangkan pacarku tak

Sajak Kenalan Lamamu

Kini kita saling berpandangan saudara.Ragu-ragu apa pula,kita memang pernah berjumpa.Sambil berdiri di ambang pintu kereta api,tergencet oleh penumpang berjubel,Dari Yogya ke Jakarta,aku melihat kamu tidur di kolong bangku,dengan alas kertas koran,sambil memeluk satu anakmu,sementara istrimu meneteki bayinya,terbaring di sebelahmu.Pernah pula kita satu truk,duduk di atas kobis-kobis berbau sampah

Sajak Mata-Mata

Ada suara bising di bawah tanah.Ada suara gaduh di atas tanah.Ada ucapan-ucapan kacau di antara rumah-rumah.Ada tangis tak menentu di tengah sawah.Dan, lho, ini di belakang sayaada tentara marah-marah.Apaa saja yang terjadi ? Aku tak tahu.Aku melihat kilatan-kilatan api berkobar.Aku melihat isyarat-isyarat.Semua tidak jelas maknanya.Raut wajah yang sengsara, tak bisa bicara,menggangu

Sajak Matahari

Matahari bangkit dari sanubariku.Menyentuh permukaan samodra raya.Matahari keluar dari mulutku,menjadi pelangi di cakrawala.Wajahmu keluar dari jidatku,wahai kamu, wanita miskin !kakimu terbenam di dalam lumpur.Kamu harapkan beras seperempat gantang,dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !Satu juta lelaki gundulkeluar dari hutan belantara,tubuh mereka terbalut lumpurdan kepala mereka

Sajak Peperangan Abimanyu

(Untuk puteraku, Isaias Sadewa)Ketika maut mencegatnya di delapan penjuru. Sang ksatria berdiri dengan mata bercahaya. Hatinya damai, di dalam dadanya yang bedah dan berdarah, karena ia telah lunas menjalani kewjiban dan kewajarannya. Setelah ia wafat apakah petani-petani akan tetap menderita, dan para wanita kampung

Sajak Potret Keluarga

Tanggal lima belas tahun rembulan. Wajah molek bersolek di angkasa. Kemarau dingin jalan berdebu. Ular yang lewat dipagut naga. Burung tekukur terpisah dari sarangnya.Kepada rekannya berkatalah suami itu :“Semuanya akan beres. Pasti beres.Mengeluhkan keadaan tak ada gunanya.Kesukaran selalu ada.Itulah namanya kehidupan.Apa yang kita punya sudah lumayan.Asal keluarga sudah

SAJAK SEBOTOL BIR

Menenggak bir sebotol, menatap dunia, dan melihat orang-orang kelaparan. Membakar dupa, mencium bumi, dan mendengar derap huru-hara. Hiburan kota besar dalam semalam, sama dengan biaya pembangunan sepuluh desa ! Peradaban apakah yang kita pertahankan ? Mengapa kita membangun kota metropolitan ? dan alpa terhadap peradaban di desa ? Kenapa pembangunan menjurus kepada

SAJAK SEONGGOK JAGUNG

Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda yang kurang sekolahan. Memandang jagung itu, sang pemuda melihat ladang; ia melihat petani; ia melihat panen; dan suatu hari subuh, para wanita dengan gendongan pergi ke pasar ……….. Dan ia juga melihat suatu pagi hari di dekat sumur

Sajak Pulau Bali

Sebab percaya akan keampuhan industridan yakin bisa memupuk modal nasionaldari kesenian dan keindahan alam,maka Bali menjadi obyek pariwisata.Betapapun:tanpa basa-basi keyakinan seperti itu,Bali harus dibuka untuk pariwisata.Sebab:pesawat-pesawat terbang jet sudah dibikin,dan maskapai penerbangan harus berjalan.Harus ada orang-orang untuk diangkut.Harus diciptakan tempat tujuan untuk dijual.Dan

SAJAK SEORANG TUA DI BAWAH POHON

Inilah sajakku, seorang tua yang berdiri di bawah pohon meranggas, dengan kedua tangan kugendong di belakang, dan rokok kretek yang padam di mulutku. Aku memandang zaman. Aku melihat gambaran ekonomi di etalase toko yang penuh merk asing, dan jalan-jalan bobrok antar desa yang tidak memungkinkan pergaulan. Aku melihat penggarongan dan pembusukan. Aku meludah di atas tanah.

SAJAK S L A

Murid-murid mengobel klentit ibu gurunya Bagaimana itu mungkin ? Itu mungkin. Karena tidak ada patokan untuk apa saja. Semua boleh. Semua tidak boleh. Tergantung pada cuaca. Tergantung pada amarah dan girangnya sang raja. Tergantung pada kuku-kuku garuda dalam mengatur kata-kata. Ibu guru perlu sepeda motor dari Jepang. Ibu guru ingin hiburan dan cahaya. Ibu guru ingin atap

SAJAK TANGAN

Inilah tangan seorang mahasiswa, tingkat sarjana muda. Tanganku. Astaga. Tanganku menggapai, yang terpegang anderox hostes berumbai, Aku bego. Tanganku lunglai. Tanganku mengetuk pintu, tak ada jawaban. Aku tendang pintu, pintu terbuka. Di balik pintu ada

SAJAK WIDURI UNTUK JOKI TOBING

Debu mengepul mengolah wajah tukang-tukang parkir.Kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.Orang-orang miskin menentang kemelaratan.Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu,kerna wajahmu muncul dalam mimpiku.Wahai, Joki Tobing, kuseru kamukarena terlibat aku di dalam napasmu.Dari bis kota ke bis kotakamu memburuku.Kita duduk bersandingan,menyaksikan hidup yang kumal.Dan perlahan tersirap darah kita,

Tahanan

Atas ranjang batu tubuhnya panjang bukit barisan tanpa bulan kabur dan liat dengan mata sepikan terali Di lorong-lorong jantung matanya para pemuda bertangan merah serdadu-serdadu Belanda rebah Di mulutnya menetes lewat mimpi

Sajak Pertemuan Mahasiswa

Matahari terbit pagi inimencium bau kencing orok di kaki langitmelihat kali coklat menjalar ke lautandan mendengar dengung di dalam hutanlalu kini ia dua penggalah tingginyadan ia menjadi saksi kita berkumpul disinimemeriksa keadaankita bertanya :kenapa maksud baik tidak selalu bergunakenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlagaorang berkata : “kami ada maksud baik”dan kita bertanya : “maksud

Kelelawar

Silau oleh sinar lampu lalulintasAku menunduk memandang sepatuku.Aku gentayangan bagai kelelawar.Tidak gembira, tidak sedih.Terapung dalam waktu.Ma, aku melihatmu di setiap ujung jalan.Sungguh tidak menyangkaBegitu penuh kamu mengisi buku alamat batinku.Sekarang aku kembali berjalan.Apakah aku akan menelefon teman?Apakah aku akan makan udang gapit di restoran?Aku sebel terhadap cendikiawan yang

Rajawali

Sebuah sangkar besitidak bisa mengubah rajawalimenjadi seekor burung nuriRajawali adalah pacar langitdan di dalam sangkar besirajawali merasa pastibahwa langit akan selalu menantiLangit tanpa rajawaliadalah keluasan dan kebebasan tanpa sukmatujuh langit, tujuh rajawalitujuh cakrawala, tujuh pengembaraRajawali terbang tinggi memasuki sepimemandang duniarajawali di sangkar besiduduk bertapamengolah

Pamflet Cinta

Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.Memandang wajahmu dari segenap jurusan.Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.Aku merindui wajahmu.Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.Kata-kata telah dilawan dengan senjata.Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.Kenapa keamanan justeru menciptakan

Bahawa Kita Ditatang Seratus Dewa

Aku tulis sajak iniuntuk menghibur hatimuSementara engkau kenangkan encokmukenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilangDan juga masa depan kita yang hampir rampungdan dengan lega akan kita lunaskan.Kita tidaklah sendiridan terasing dengan nasib kitaKerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.Suka duka kita bukanlah istimewakerana setiap orang mengalaminyaHidup tidaklah untuk mengeluh dan

Nina Bobok Bagi Pengantin

Awan bergoyang, pohonan bergoyangantara pohonan bergoyang malaikat membayangdari jauh bunyi merdu loceng loyangSepi, syahdu, rinducandu rindu, ghairah kelaburebahlah, sayang, rebahlah wajahmu ke dadakuLangit lembayung, pucuk-pucuk daun lembayungantara daunan lembayung bergantung hati yang ruyungdalam hawa bergulung mantera dan tenungMimpi remaja, bulan kenanganduka cinta, duka berkilauanrebahlah

Rumpun Alang-alang

Engkaulah perempuan terkasih, yang sejenak kulupakan, sayangKerna dalam sepi yang jahat tumbuh alang-alang di hatiku yang malangDi hatiku alang-alang menancapkan akar-akarnya yang gatalSerumpun alang-alang gelap, lembut dan nakalGelap dan bergoyang iadan ia pun berbunga dosaEngkau tetap yang punyatapi alang-alang tumbuh di dada~ W.S Rendra ~

Sajak Orang Kepanasan

Karena kami makan akardan terigu menumpuk di gudangmu …..karena kami hidup berhimpitandan ruangmu berlebihan …..maka kita bukan sekutukarena kami kuceldan kamu gemerlapan …..karena kami sumpegdan kamu mengunci pintu …..maka kami mencurigaimukarena kami terlantar di jalandan kamu memiliki semua keteduhan …..karena kami kebanjirandan kamu berpesta di kapal pesiar …..maka kami tidak menyukaimukarena

Doa Di Jakarta

Tuhan yang Maha Esa,alangkah tegangnyamelihat hidup yang tergadai,fikiran yang dipabrikkan,dan masyarakat yang diternakkan.Malam rebah dalam udara yang kotor.Di manakah harapan akan dikaitkanbila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?Dendam diasah di kolong yang basahsiap untuk terseret dalam gelombang edan.Perkelahian dalam hidup sehari-haritelah menjadi kewajaran.Pepatah dan petitihtak akan

Sajak Seorang Tua Tentang Bandung Lautan Api

Bagaimana mungkin kita bernegarabila tidak mampu mempertahankan wilayahnyabagaimana mungkin kita berbangsabila tidak mampu mempertahankan kepastian hidup bersama ?Itulah sebabnyakami tidak ikhlasmenyerahkan Bandung kepada tentara Inggrisdan akhirnya kami bumi hanguskan kota tercinta itusehingga menjadi lautan apiKini batinku kembali mengenangudara panas yang bergetar dan menggelombang,bau asap,

Sajak Sebatang Lisong

Menghisap sebatang lisongmelihat Indonesia Rayamendengar 130 juta rakyatdan di langitdua tiga cukung mengangkangberak di atas kepala merekamatahari terbitfajar tibadan aku melihat delapan juta kanak - kanaktanpa pendidikanaku bertanyatetapi pertanyaan - pertanyaankumembentur meja kekuasaan yang macetdan papantulis - papantulis para pendidikyang terlepas dari persoalan kehidupandelapan juta kanak

Makna Sebuah Titipan

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa :sesungguhnya ini hanya titipan,bahwa mobilku hanya titipan Allahbahwa rumahku hanya titipan Nya,bahwa hartaku hanya titipan Nya,bahwa putraku hanya titipan Nya,tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,mengapa Dia menitipkan padaku?Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?Dan kalau bukan milikku,apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?

Nyanyian Suto Untuk Fatima

Dua puluh tiga mataharibangkit dari pundakmu.Tubuhmu menguapkan bau tanahdan menyalalah sukmaku.Langit bagai kain tetiron yang biruterbentangberkilat dan berkilauanmenantang jendela kalbu yang berdukacita.Rohku dan rohmubagaikan proton dan elektronbergolakbergolakDi bawah dua puluh tiga matahari.Dua puluh tiga mataharimembakar dukacitaku.Nyanyian Fatima untuk SutoKelambu ranjangku tersingkapdi

Surat Cinta

Kutulis surat inikala hujan gerimisbagai bunyi tambur yang gaib,Dan angin mendesahmengeluh dan mendesah,Wahai, dik Narti,aku cinta kepadamu!Kutulis surat inikala langit menangisdan dua ekor belibisbercintaan dalam kolambagai dua anak nakaljenaka dan manismengibaskan ekorserta menggetarkan bulu-bulunya,Wahai, dik Narti,kupinang kau menjadi istriku!Kaki-kaki hujan yang runcingmenyentuhkan ujungnya

Blog Archive